Jumat, 07 Agustus 2015

Museum Trinil - Ngawi



MUSEUM TRINIL


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

           Keberadaan manusia prasejarah sejak dulu memang ada itu dapat di buktikan dengan adanya sebuah peninggalan mereka berupa batu yang berbentuk atau relief missilink ataupun artefak artefak yang pernah ditemukan para ahli. Dan tak boleh ketinggalan keberadaan mereka jelas terbukti ada dengan adanya suatu situs purbakala di beberapa tempat di dunia. Karena pada dasarnya tempat yang sedemikian adalah tempat dimana suatu manusia purba ataupun mahluk purba melakukan semua kegiatan mereka. Dan hal itu terekam jelas di sekitar situs tersebut

B.    Maksud dan Tujuan

Maksud di tulisnya sebuah artikel ini adalah sebagai srana penulis menyalurkan sebuah pengetahuan ntentang sedikit ilmu antropologi kepada para pembaca. Dan sebagai sarana atau alat untuk memenuhi matakuliah antropologi.

C.    Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam membuat sebuah artikel tentang keberadaan manusia purba yang ada di indonesia  dan hubungannya dengan keberadaan beberapa situs di indonesia . adalah dengan metode pustaka dan terjun langsung dalam lokasi serta sedikit bertanya kepada narasumbur yang ada


BAB II
PEMBAHASAN

·         Sejarah Berdirinya Museum Trinil

Trinil sebenarnya adalah nama suatu kawasan yang banyak ditemukan fosil dan menjadi obyek penelitian Eugene Dubois yang meliputi 3 desa yaitu Desa Kawu, Gemarang, dan Desa Ngancar. Ketiga desa ini berada di lekukan sungai Bengawan Solo, yang kala itu sungai Bengawan Solo masih memiliki debit air yang lumayan banyak laksana sungai Nil diMesir. Karena itulah, kawasan obyek penelitian Dubois itu dinamakan Trinil. Trinil berasal dari kata tri dan nil. Tri bermakna tiga, artinya kawasan tersebut terdiri atas 3 desa yang menjadi obyek penelitian Dubois, dan nil menggambarkan sungai Nil. Karena kala itu, sungai Bengawan Solo merupakan sungai yang besar dengan volume air yang melimpah, dan terpanjang di Pulau Jawa.Kawasan ini menjadi terkenal dengan sebutan Trinil memang tidak terlepas dari kiprah Dubois.
Pada waktu itu, teori akbar tentang evolusi membahana dilontarkan oleh Charles R Darwin pada abad 19 telah mengusik pikiran cemerlang seorang bocah kelahiran Eijden, Belanda pada tahun 1858 yaitu Eugene Dubois.Sewaktu kecil, Dubois memang telah menunjukkan minat besar akan masa lalu. Di waktu senggang, dikorek-koreknya tanah pekarangan dan hutan di sekitar rumahnya untuk mengumpulkan contoh batu, tulang-tulang binatang dan lain sebagainya.
Setelah lulus sekolah kedokteran, ia berminat sekali untuk mendaftarkan diri bekerja di Hindia Belanda dengan tujuan utama mencari missing link, yang menurutnya harus dicari di daerah tropis yang tidak pernah tersentuh dinginnya es. Namun minat besarnya sebagai ilmuwan tidak serta merta bisa terwujud lantaran ada aturan bahwa orang Belanda yang ingin bekerja di Hindia Belanda diwajibkan untuk masuk militer dulu. Akhirnya, Dubois mengikuti pelatihan camp militer di Belanda sebagai wajib militer, dan lulus sebagai dokter militer.
2
 
Pada 29 Oktober 1877, Dubois bertolak ke Sumatera dengan menumpang kapal The SS Prinse Amalia. Dua tahun lebih, Dubois mengeksplorasi gua-gua di Sumatera, tetapi tulang-tulang yang ditemukan tidak sesuai dengan keinginannya. Pencarian missing link diarahkan ke Pulau Jawa setelah mendengar temuan Manusia Wajak di Tulungagung oleh BD van Rietschoten pada 24 Oktober 1889.
Di Pulau Jawa, Dubois tertarik dengan endapan Sungai Bengawan Solo yang diyakininya menyimpan kronologi kehidupan selama jutaan tahun. Pada tahun 1891, di daerah Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ditemukan atap tengkorak dan gigi manusia “yang menyerupai kera”. Dan setahun kemudian ditemukan pula tulang paha kiri dari individu yang sama. Temuan tersebut oleh Dubois diberi nama Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berjalan tegak).
Pithecanthropus erectus adalah homo erectus dari Jawa. Fosil ini dimasukkan dalam genus homo erectus, yang mulai muncul ke dunia pertama kali pada periode 1,8 juta tahun yang lalu di Afrika dan menyebar ke seluruh permukaan dunia hingga mencapai Pulau Jawa, dan punah sekitar 100.000 tahun silam.
Jawaban pasti tentang polemik berkepanjangan akan missing link terjawab telak di tangan Dubois. Sejak itu, nama Pithecanthropus erectus dan Trinil, Ngawi, Jawa Timur bergema nyaring di dunia ilmiah dan kisahnya telah ditulis dengan tinta emas dalam lembaran publikasi dunia.
Selama adanya aktivitas ekskavasi di Trinil, seorang warga bernama Wirodiharjo tertarik untuk ikut mengamati aktivitas tersebut. Beliau berpikir, untuk apa fosil-fosil tulang itu digali dan dikumpulkan. Setelah mengetahui tujuan eksakvasi yang dilakukan oleh Dubois dengan dibantu tentara bawahannya yang tinggal di Benteng Van Den Bosch.
Wirodiharjo sejak tahun 1967 mempunyai gagasan mengumpulkan/melestarikan tinggalan fosil-fosil yang sering dijumpai di tepian Sungai Bengawan Solo. Kemudian fosil tersebut disimpan di rumahnya hingga 1/3 rumahnya terisi fosil. Sehingga, Wirodiharjo lebih dikenal sebagai Wirobalung, karena aktivitasnya yang suka mengumpulkan balung buto atau fosil-fosil manusia purba.
3
 
Akhirnya, pada tahun 1980/1981 Pemda mendirikan Museum Mini untuk menampung fosil koleksi Wirodiharjo. Lalu, mengingat hasil penggalian/penemuan serta tugu sebagai monument penunjuk arah  tempat ditemukannya fosil Pithecanthropus erectus tinggalan Dubois yang sudah dikenal sejak tahun 1891 maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur membangun Museum Trinil, dan diresmikan bersamaan dengan peringatan 100 tahun penemuan Pithecanthropus erectus oleh Gubernur Jatim Soelarso pada tanggal 20 November 1991.
Museum ini terletak di Dusun Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, ± 15 Km dari Kota Ngawi jalan menuju ke arah Solo. Museum ini menempati bekas rumah dan pekarangan milik Wirodiharjo yang telah dilakukan ganti rugi, dan persis berada di tepian Sungai Bengawan Solo.

·           Deskripsi Museum Trinil

Mengunjungi Museum Trinil, mengajak kita kembali ke dalam kehidupan jutaan tahun yang lalu. Satu-satunya situs kepurbakalaan berada di Ngawi Jawa Timur adalah Museum Trinil. Di museum ini banyak sekali tersimpan fosil-fosil purba, mulai dari tengkorak manusia, gajah serta peralatan yang digunakan untuk mempertahankan diri pada zaman itu.
Museum Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kec. Kedunggalar, Kabupaten Ngawi dengan jarak tempuh sekitar 14 km ke arah barat dari pusat kota Ngawi.Sepanjang perjalanan menuju museum kita bisa menikmati indahnya pemandangan desa yang sangat rimbun yang dipenuhi pohon serta rumah penduduk yang memiliki ciri khas pedesaan terbuat dari kayu.


         Dari jalan raya Ngawi-Solo Masuk ke arah utara sekitar 2,5 km. Di sepanjang perjalanan menuju museum trinil terdapat papan petunjuk menuju museum.



Sebelum masuk ke museum trinil terdapat Pos penjagaan untuk para pengunjung, dan pengunjung di wajibkan lapor dan membayar tiket masuk sebesar lima ribu rupiah untuk satu kendaraan roda dua. Setelah masuk area museum trinil terdapat halaman yang cukup luas untuk parkir dan banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk  berjualan makanan maupun souvenir.


Di halaman masuk pertama wisatawan disambut dengan bangunan gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba


Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu.

Di belakang pendopo terdapat taman dengan tanaman hias dan beberapa pohon.


Dan di bagian belakang taman terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Dubois. Pada monumen tersebut tertulis: P.e. 175m (gambar anak panah), 1891/95″. Maksud dari tulisan tersebut adalah, Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.



Terdapat beberapa bangunan. Salah satunya pendopo (gazebo) yang berada di tengah tengah area dan ruang ruang situs purba yang digunakan pengunjung untuk beristirahat.

Pada ruang situs purba terdapat dua  pintu masuk , yaitu bagian depan dan samping. Pada bagian depan pintu masuk terdapat ornamen gading stegodon. 


Situs Trinil, menurut penelitian, merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengahsekitar 1,5 juta tahun yang lalu. Begitu masuk museum pengunjung  bisa menggali informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang jumlahnya mencapai 1.200 fosil terdiri dari 130 jenis.


Di dalam Museum dipamerkan beberapa replika fosil manusia purba berupa replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Sangiran (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis.



Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman. Di dalam museum pengunjung bisa menyaksikan diorama manusia purba serta tulang-tulang manusia purba seperti :































Koleksi koleksi yang ada antara lain fosil – fosil tengkorak manusia purba yang ditata sedemikian rupa dengan penjelasan mengenai penyebarannya di dunia. Kemudian fosil gading stegodon, dan fosil kerbau purba.






       Disana juga ada dua macam diorama suasana manusia purba dan koleksi koleksi lainnya adalah fosil gigi, dan tulang belulang binatang purba, serta kerangka – kerangka purba. Di dinding, juga terdapat gambar tentang perjalanan panjang menuju manusia modern.


      Dan masih banyak lagi fosil – fosil yang dapat kita pelajari di museum trinil. Semoga penelitian kami ini bisa menambah wawasan para pembaca. Dan harapan kami museum triniltetap terjaga keasliannya.

·         Dokumentasi Peneliti








BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Trinil adalah situs paleoantropologi di Indonesia yang sedikit lebih kecil dari situs Sangiran. Tempat ini terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, kira-kira 13 km sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota Solo. Trinil merupakan kawasan di lembah Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Pleistosen Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.
Pada tahun 1891Eugène Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa (saat itu) yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus serta berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba.

           Saat ini di Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektare, dengan koleksi di antaranya fosil tengkorakPithecantrophus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon trigonocephalus), dan fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus). Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob, ahli antropologi ragawi dari Universitas Gadjah Mada.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Kak saya mohon izin untuk mengupload kembali beberapa foto dari blog kakak untuk pemenuhan tugas akhir saya yakni terkait sejarah museum trinil,sebelumnya terima kasih Wassalamualaikum

    BalasHapus