MUSEUM TRINIL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Keberadaan manusia prasejarah sejak dulu memang ada itu dapat
di buktikan dengan adanya sebuah peninggalan mereka berupa batu yang berbentuk
atau relief missilink ataupun artefak artefak yang pernah ditemukan para ahli.
Dan tak boleh ketinggalan keberadaan mereka jelas terbukti ada dengan adanya
suatu situs purbakala di beberapa tempat di dunia. Karena pada dasarnya tempat
yang sedemikian adalah tempat dimana suatu manusia purba ataupun mahluk purba
melakukan semua kegiatan mereka. Dan hal itu terekam jelas di sekitar situs
tersebut
B.
Maksud
dan Tujuan
Maksud di tulisnya sebuah artikel
ini adalah sebagai srana penulis menyalurkan sebuah pengetahuan ntentang
sedikit ilmu antropologi kepada para pembaca. Dan sebagai sarana atau alat
untuk memenuhi matakuliah antropologi.
C.
Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan penulis dalam membuat sebuah artikel tentang keberadaan manusia
purba yang ada di indonesia dan
hubungannya dengan keberadaan beberapa situs di indonesia . adalah dengan
metode pustaka dan terjun langsung dalam lokasi serta sedikit bertanya kepada
narasumbur yang ada
BAB
II
PEMBAHASAN
·
Sejarah
Berdirinya Museum Trinil
Trinil
sebenarnya adalah nama suatu kawasan yang banyak ditemukan fosil dan menjadi
obyek penelitian Eugene Dubois yang meliputi 3 desa yaitu Desa Kawu, Gemarang,
dan Desa Ngancar. Ketiga desa ini berada di lekukan sungai Bengawan Solo, yang
kala itu sungai Bengawan Solo masih memiliki debit air yang lumayan banyak
laksana sungai Nil diMesir. Karena itulah, kawasan obyek penelitian Dubois itu
dinamakan Trinil. Trinil berasal dari kata tri dan nil. Tri bermakna tiga,
artinya kawasan tersebut terdiri atas 3 desa yang menjadi obyek penelitian
Dubois, dan nil menggambarkan sungai Nil. Karena kala itu, sungai Bengawan Solo
merupakan sungai yang besar dengan volume air yang melimpah, dan terpanjang di
Pulau Jawa.Kawasan ini menjadi terkenal dengan sebutan Trinil memang tidak
terlepas dari kiprah Dubois.
Pada
waktu itu, teori akbar tentang evolusi membahana dilontarkan oleh Charles R Darwin pada abad 19 telah
mengusik pikiran cemerlang seorang bocah kelahiran Eijden, Belanda pada tahun
1858 yaitu Eugene Dubois.Sewaktu kecil, Dubois memang telah menunjukkan minat
besar akan masa lalu. Di waktu senggang, dikorek-koreknya tanah pekarangan dan
hutan di sekitar rumahnya untuk mengumpulkan contoh batu, tulang-tulang
binatang dan lain sebagainya.
Setelah
lulus sekolah kedokteran, ia berminat sekali untuk mendaftarkan diri bekerja di
Hindia Belanda dengan tujuan utama mencari missing link, yang menurutnya harus
dicari di daerah tropis yang tidak pernah tersentuh dinginnya es. Namun minat
besarnya sebagai ilmuwan tidak serta merta bisa terwujud lantaran ada aturan
bahwa orang Belanda yang ingin bekerja di Hindia Belanda diwajibkan untuk masuk
militer dulu. Akhirnya, Dubois mengikuti pelatihan camp militer di Belanda
sebagai wajib militer, dan lulus sebagai dokter militer.
|
Pada
29 Oktober 1877, Dubois bertolak ke Sumatera dengan menumpang kapal The SS
Prinse Amalia. Dua tahun lebih, Dubois mengeksplorasi gua-gua di Sumatera,
tetapi tulang-tulang yang ditemukan tidak sesuai dengan keinginannya. Pencarian
missing link diarahkan ke Pulau Jawa setelah mendengar temuan Manusia Wajak di
Tulungagung oleh BD van Rietschoten pada 24 Oktober 1889.
Di
Pulau Jawa, Dubois tertarik dengan endapan Sungai Bengawan Solo yang
diyakininya menyimpan kronologi kehidupan selama jutaan tahun. Pada tahun 1891,
di daerah Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ditemukan atap tengkorak dan gigi manusia
“yang menyerupai kera”. Dan setahun kemudian ditemukan pula tulang paha kiri
dari individu yang sama. Temuan tersebut oleh Dubois diberi nama
Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berjalan tegak).
Pithecanthropus
erectus adalah homo erectus dari Jawa. Fosil ini dimasukkan dalam genus homo
erectus, yang mulai muncul ke dunia pertama kali pada periode 1,8 juta tahun
yang lalu di Afrika dan menyebar ke seluruh permukaan dunia hingga mencapai
Pulau Jawa, dan punah sekitar 100.000 tahun silam.
Jawaban
pasti tentang polemik berkepanjangan akan missing link terjawab telak di tangan
Dubois. Sejak itu, nama Pithecanthropus erectus dan Trinil, Ngawi, Jawa Timur
bergema nyaring di dunia ilmiah dan kisahnya telah ditulis dengan tinta emas
dalam lembaran publikasi dunia.
Selama adanya aktivitas ekskavasi
di Trinil, seorang warga bernama Wirodiharjo tertarik untuk ikut mengamati
aktivitas tersebut. Beliau berpikir, untuk apa fosil-fosil tulang itu digali
dan dikumpulkan. Setelah mengetahui tujuan eksakvasi yang dilakukan oleh Dubois
dengan dibantu tentara bawahannya yang tinggal di Benteng Van Den Bosch.
Wirodiharjo
sejak tahun 1967 mempunyai gagasan mengumpulkan/melestarikan tinggalan
fosil-fosil yang sering dijumpai di tepian Sungai Bengawan Solo. Kemudian fosil
tersebut disimpan di rumahnya hingga 1/3 rumahnya terisi fosil. Sehingga,
Wirodiharjo lebih dikenal sebagai Wirobalung, karena aktivitasnya yang suka
mengumpulkan balung buto atau fosil-fosil manusia purba.
|
Akhirnya,
pada tahun 1980/1981 Pemda mendirikan Museum Mini untuk menampung fosil koleksi
Wirodiharjo. Lalu, mengingat hasil penggalian/penemuan serta tugu sebagai
monument penunjuk arah tempat
ditemukannya fosil Pithecanthropus erectus tinggalan Dubois yang sudah dikenal
sejak tahun 1891 maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur membangun Museum Trinil,
dan diresmikan bersamaan dengan peringatan 100 tahun penemuan Pithecanthropus
erectus oleh Gubernur Jatim Soelarso pada tanggal 20 November 1991.
Museum
ini terletak di Dusun Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten
Ngawi, Provinsi Jawa Timur, ± 15 Km dari Kota Ngawi jalan menuju ke arah Solo.
Museum ini menempati bekas rumah dan pekarangan milik Wirodiharjo yang telah
dilakukan ganti rugi, dan persis berada di tepian Sungai Bengawan Solo.
·
Deskripsi Museum Trinil
Mengunjungi Museum Trinil, mengajak kita kembali ke dalam
kehidupan jutaan tahun yang lalu. Satu-satunya situs kepurbakalaan berada di
Ngawi Jawa Timur adalah Museum Trinil. Di museum ini banyak sekali tersimpan fosil-fosil purba, mulai
dari tengkorak manusia, gajah serta peralatan yang digunakan untuk
mempertahankan diri pada zaman itu.
Museum
Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kec. Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi dengan jarak tempuh sekitar 14 km ke arah barat dari pusat kota
Ngawi.Sepanjang perjalanan menuju museum kita bisa menikmati indahnya
pemandangan desa yang sangat rimbun yang dipenuhi pohon serta rumah penduduk
yang memiliki ciri khas pedesaan terbuat dari kayu.
Dari jalan raya Ngawi-Solo Masuk ke arah utara sekitar
2,5 km. Di sepanjang perjalanan menuju museum trinil terdapat papan petunjuk
menuju museum.
Sebelum masuk ke
museum trinil terdapat Pos penjagaan untuk para pengunjung, dan pengunjung di
wajibkan lapor dan membayar tiket masuk sebesar lima ribu rupiah untuk satu
kendaraan roda dua. Setelah masuk area museum trinil terdapat halaman yang
cukup luas untuk parkir dan banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk berjualan makanan maupun souvenir.
Di halaman masuk
pertama wisatawan disambut dengan bangunan gapura museum dengan latar belakang
patung gajah purba
Patung gajah ini cukup
besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat panjang, dan
anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu.
Di belakang pendopo
terdapat taman dengan tanaman hias dan beberapa pohon.
Dan
di bagian belakang taman terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang
dibuat oleh Dubois. Pada monumen tersebut tertulis: P.e. 175m (gambar anak
panah), 1891/95″. Maksud dari tulisan tersebut adalah, Pithecanthropus erectus
(P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda
panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.
Terdapat
beberapa bangunan. Salah satunya pendopo (gazebo) yang berada di tengah tengah
area dan ruang ruang situs purba yang digunakan
pengunjung untuk beristirahat.
Pada
ruang situs purba terdapat dua pintu
masuk , yaitu bagian depan dan samping. Pada bagian depan pintu masuk terdapat
ornamen gading stegodon.
Situs Trinil, menurut
penelitian, merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman
Pleistosen Tengahsekitar 1,5 juta tahun yang lalu. Begitu masuk museum
pengunjung bisa menggali informasi lebih
jauh dengan melihat koleksi museum yang jumlahnya mencapai 1.200 fosil terdiri
dari 130 jenis.
Di dalam Museum
dipamerkan beberapa replika fosil manusia purba berupa replika Phitecantropus
Erectus yang ditemukan di Sangiran (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil
(Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni
Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis.
Kendati hanya berupa
replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara
fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman. Di dalam
museum pengunjung bisa menyaksikan diorama manusia purba serta tulang-tulang
manusia purba seperti :
Koleksi koleksi yang ada
antara lain fosil – fosil tengkorak manusia purba yang ditata sedemikian rupa
dengan penjelasan mengenai penyebarannya di dunia. Kemudian fosil gading stegodon,
dan fosil kerbau purba.
Disana juga ada dua macam diorama suasana
manusia purba dan koleksi koleksi lainnya adalah fosil gigi, dan tulang
belulang binatang purba, serta kerangka – kerangka purba. Di dinding, juga
terdapat gambar tentang perjalanan panjang menuju manusia modern.
Dan
masih banyak lagi fosil – fosil yang dapat kita pelajari di museum trinil.
Semoga penelitian kami ini bisa menambah wawasan para pembaca. Dan harapan kami
museum triniltetap terjaga keasliannya.
·
Dokumentasi
Peneliti
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Trinil adalah situs paleoantropologi
di Indonesia
yang sedikit lebih kecil dari situs Sangiran.
Tempat ini terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten
Ngawi, Jawa
Timur, kira-kira 13 km sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota Solo.
Trinil merupakan kawasan di lembah Bengawan
Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Pleistosen Tengah,
sekitar satu juta tahun lalu.
Pada tahun 1891Eugène
Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan
bekas manusia purba pertama di luar Eropa (saat itu) yaitu spesimen manusia
Jawa. Pada 1893
Dubois menemukan fosil
manusia purba Pithecanthropus erectus serta
berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba.
Saat ini di Trinil berdiri sebuah museum yang
menempati area seluas tiga hektare, dengan koleksi di antaranya fosil tengkorakPithecantrophus
erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis
tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon trigonocephalus), dan
fosil tanduk
banteng purba (Bibos palaeosondaicus).
Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob,
ahli antropologi
ragawi dari Universitas Gadjah Mada.
Assalamualaikum Kak saya mohon izin untuk mengupload kembali beberapa foto dari blog kakak untuk pemenuhan tugas akhir saya yakni terkait sejarah museum trinil,sebelumnya terima kasih Wassalamualaikum
BalasHapus